Sibolga | Jejakkasusindonesia.id —
Maraknya praktik illegal fishing di perairan Sibolga dan Tapanuli Tengah (Tapteng) memicu gelombang protes dari sejumlah LSM yang tergabung dalam Gerakan Massif Perjuangan Rakyat (Gempar) Sibolga-Tapteng. Aktivitas penangkapan ikan menggunakan alat tangkap terlarang seperti trawl dan bahan peledak (bom ikan) disebut semakin merajalela tanpa pengawasan serius dari aparat.
Ketua LSM P2I (Pemantau Pembangunan Indonesia), Simon Situmorang, didampingi Ketua LSM Gembok (Gerakan Muda Bongkar Korupsi), Juan Lumban Gaol, pada Rabu (15/10/2025) menyatakan bahwa mereka telah mengantongi hasil investigasi lapangan yang menunjukkan banyaknya kapal beroperasi tanpa izin resmi, seperti SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan).
> “Kami memberi waktu satu minggu bagi pihak terkait untuk menindak tegas pelaku illegal fishing di perairan Sibolga dan Tapteng. Jika tidak ada langkah nyata, kami akan turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran,” tegas Simon.
Menurutnya, tindakan penangkapan ikan menggunakan bom, racun, dan alat tangkap yang merusak ekosistem laut telah menimbulkan kerugian besar bagi nelayan tradisional dan mengancam keberlanjutan sumber daya ikan.
Hal senada disampaikan Juan Lumban Gaol yang mendesak aparat penegak hukum dan instansi kelautan agar meningkatkan patroli rutin di wilayah perairan tersebut.
> “Kami meminta aparat tidak hanya menunggu laporan, tapi melakukan patroli aktif dan bertindak cepat sebelum kerusakan semakin parah,” ujarnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo. UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, praktik illegal fishing merupakan tindak pidana berat.
* Pasal 8 ayat (1) melarang penggunaan bahan peledak, racun, atau bahan lain yang membahayakan sumber daya ikan.
* Pasal 84 ayat (1) mengancam pelaku dengan pidana penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp1,2 miliar.
* Pasal 26 ayat (1) mewajibkan setiap kapal memiliki SIUP, SIPI, atau SIKPI.
* Pasal 93 ayat (1–2) menegaskan sanksi pidana bagi kapal tanpa izin, dengan ancaman penjara hingga 8 tahun dan denda mencapai Rp3 miliar.
Gempar menilai lemahnya penegakan hukum di lapangan menjadi penyebab utama suburnya praktik tersebut. Mereka juga menyoroti dugaan adanya pembiaran atau bahkan keterlibatan oknum tertentu yang diuntungkan dari aktivitas penangkapan ilegal ini.
> “Kami tidak ingin laut kami dikuasai mafia ikan. Jika hukum tidak ditegakkan, kami akan pastikan suara rakyat pesisir menggema di jalan,” pungkas Simon Situmorang.
(Rosdiana Br Purba)
Social Header